LPI Dayah Raudhatul Ma'arif

Oleh: Zuhdi Anwar

Kita barang sudah paham betul hadis tentang niat; bahwa niat adalah fondasi dasar suatu amalan. Dalam pengertian lebih lengkap disebutkan bahwa suatu amalan tidak sempurna—kalau bukan memang tidak sahih—tanpa niat. Artinya niat memiliki peran yang mendasar dalam suatu amalan serta pengaruh terhadap diri amalan dan dampak amalan.

Tak terkecuali soal belajar. Sudah menjadi pengetahuan dhahury bagi kalangan santri bahwa perkara yang paling awal harus dimantapkan adalah niat belajar. Sejak mengaji kitab akhlak dasar kita sudah dituntun untuk memiliki niat yang benar untuk belajar. Hal itu menunjukkan, lagi-lagi, bahwa niat belajar penting betul.

Cukuplah materi dan penjelasan guru tentang niat beut yang baik dan buruk kita pahami dan amalkan, kalau ada. Namun, melihat kenyataan yang mendedahkan gambaran-gambaran menyedihkan bagaimana orang belajar macam orang tak berniat belajar, adalah suatu kemestian untuk merefleksikan kembali niat belajar, yang sudah paling dharury pengetahuan itu bagi kita.

Jika niat adalah fondasi dasar suatu amalan, sebagaimana ditunjukkan oleh salah satu definisinya yang paling masyhur dengan Qashd al-Sya’i muqtarinan bi al-fi’li, mengkasad untuk melakukan suatu perbuatan, yang bersamaan dengan perbuatan tersebut, maka sebenarnya memahami ‘sesuatu’ itu adalah hal yang perlu sebelum niat dilakukan oleh hati. Macam salat, bagaimana Anda mau berniat salat, tetapi tidak tahu apa salat, rukun dan syaratnya, serta hal-hal yang membatalkan salat. Kalau pun Anda bisa berniat salat yang tak diketahui sedemikian rupa, berarti Anda sudah jauh kali mainnya.

Demikianlah beut, harus dipahami apa esensinya, syarat dan rukunnya, serta hal-hal yang berlawanan dengan beut, untuk kemudian dapat berniat saat memasuki babak awal beut; berangkat dari rumah dan gerak dari kamar ke balai. Kalau tidak, bisa-bisa Anda sedang melakukan amalan beut tapi tidak tahu itu beut. Hancur kita.

Melihat ke dalam praktiknya, seharusnya memang sesuai urutannya yaitu memahami esensi, syarat, dan rukun beut, agar dapat terwujud beut yang sesungguhnya. Namun, disebabkan sejumlah faktor, bolehlah kita berkilah “chit nyan baroe dijak ue dayah, pane iteupeu troek keunan”. Artinya bolehlah kita beralibi bahwa untuk memahami niat beut sedemikian rupa harus didahului oleh beut pula. Kalau pun terjadi dour (Circular Cause) dalam kasus ini, ya tidak mengapa, soalnya itu bukan dour sebenarnya. Istilah kerennya itu Dour Ma’iy.

Hal tersebut memahamkan bahwa anak-anak baru memang boleh jadi tidak paham sedemikian rupa. Di sinilah peran orang tua bermain. Orang tua harus memahamkan anaknya tentang beut secara sederhana. Minimalnya, anak paham apa itu beut dan prosesnya. Jangan asal antar anak ke dayah, kasih uang, engkol vespa, balik ke rumah. Asal anak di dayah, selesai perkara. Di samping itu, guru yang mendidik anak baru sebenarnya juga memiliki peran dalam membantu si murid dalam meraba-raba dan memahami beut.

Dalam pada itu, kalau peran orang tua dan guru bekerja sama dan padu, akan tampak dalam periode waktu tertentu bagaimana si murid dapat menghayati beut dan prosesnya, hingga mampu menempuh proses beut dengan seharusnya. Dengan demikianlah juga si murid dapat terus menghidupkan niat beutnya setiap hari, setiap kali ia ingin hadir dalam kelas.

Kalau di atas adalah niat bagi anak baru, apa kabar bagi santri—atau bahkan guru—yang sudah memahami—dan bahkan memahamkan—surah-surat niat beut? Bukankah seharusnya mereka yang telah paham itu perkara senantiasa dapat menjaga dan terus memperbaharui niat beutnya, sehingga dalam kesehariannya akan tampak keselarasan antara tindakan dengan niat? Tidak ada yang tahu. Namanya saja niat, mana paham kita soal niat hati orang, kan?

Demikianlah, sekali lagi, niat beut itu penting sekali. Dan mengerti dan memahami apa itu beut lebih penting lagi agar kita dapat berniat beut sebagaimana mestinya. Momen kembali ke dayah adalah salah satu momen penting untuk mencurigai niat beut yang selama ini kita tanam baik-baik. Curigailah, kemudian betulkan pemahaman tentang beut kalau memang salah, lalu berniatlah beut dengan sebaik-baik niat. Kalau dirasa itu ribet sekali, tidak apa-apa, yang penting balik saja dulu ke dayah. Nanti kita curigai bersama-sama, memperbaikinya, lalu memperbaharuinya saat setiap kali hendak naik ke kelas beut.

Artikel Lainnya!!!

Abu Cot Kuta Pendiri Dayah Raudhatul Ma’arif