LPI Dayah Raudhatul Ma'arif

Profil Lembaga Pendidikan Dayah Raudhatul Ma’arif

Sejarah Berdiri Dayah Raudhatul Ma'arif

Mesjid tua yang masih berdiri kokoh di gampong Cot Trueng merupakan mesjid yang sarat dengan nilai sejarah karena mesjid ini didirikan oleh Teuku Bentara Keumangan seorang Ulee Balang dari Keumangan Pidie, yang didirikan kira-kira pada tahun 1812 M. Diseputaran mesjid ini didirikanlah balai-balai untuk pengajian. Dari generasi ke generasi pengajian di pekarangan mesjid tersebut terus berlanjut, walau sempat terjadi pasang surut ketika agresi Kolonial Belanda berkecamuk. Hingga di akhir penjajahan Jepang tercatat dua orang ulama yang mengajar di mesjid Cot Trueng, yaitu Teungku H Muhammad Syam yang terkenal dengan panggilan Teungku Di Lhokweng, kemudian diteruskan oleh Teungku Abdullah Geuchik Paneuk yang merupakan putera daerah Cot Trueng. Sekitar tahun 1934 Teungku Abubakar yang terkenal dengan panggilan Abu Cot kuta, yang berasal dari Cot Kuta-Sawang mendirikan pengajian di sekitar mesjid Krueng Mane. Di awal tahun 1946 beliau berencana untuk pindah dari Krueng Mane karena kondisi keamanan tidak memungkinkan lagi. Akhirnya berkat kesepakatan dengan masyarakat Kemesjidan Cot Trueng, pindahlah Abu Cot Kuta ke mesjid Cot Trueng sehingga berdirilah Lembaga Pendidikan Islam Dayah Raudhatul Ma’arif pada tahun 1946 dibawah pimpinan Tgk Abu Bakar (Abu Cot Kuta), berlokasi  di Mesjid Al-Akmal Desa Cot Trueng, Kemukiman Bungkaih, Kecamatan  Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Propinsi Aceh, Kira-kira 54 km disebelah barat Lhoksukon (Ibu Kota Aceh Utara), atau kira-kira 24 Km disebelah barat kota Lhokseumawe. Di bawah  kepemimpinan Abu Cot Kuta Dayah Raudhatul Ma’arif ini telah banyak menghasilkan alumni–alumni yang sebagian dari mereka bisa melanjutkan studinya, baik didalam negeri maupun diluar negeri. Ada pula yang bekerja di Instansi Pemerintahan, berwiraswasta dan ada pula yang membuka cabang Pesantren di desanya masing-masing. Setelah beliau wafat pada tahun 1969 lembaga ini terhenti sebagai sebuah dayah yang dikunjungi santri dari luar daerah, karena tidak ada pimpinan yang dapat meneruskannya namun begitu pengajian di Lembaga Pendidikan ini terus berlanjut sebagaimana sebelum kehadiran Abu Cot Kuta ke Cot Trueng. Setelah Abu Cot Kuta tiada, pengajian dilanjutkan oleh Tgk M Thaib Yusan Geurugok sekitar dua tahun, beliau merupakan guru pembantu semasa Abu Cot Kuta. Kemudian diteruskan oleh Tgk Ishaq Ali, pada tahun 1986 Tgk Ishaq Ali menerima panggilan Ilahi. Kemudian dilanjutkan oleh Tgk M Yusuf Ben Cut keduanya merupakan putera Cot Trueng. Keinginan masyarakat Kemesjidan Cot Trueng untuk menghidupkan kembali Dayah Raudhatul Ma’arif semakin menggebu setelah adanya harapan pimpinan masa depan dayah tersebut, yaitu Tgk Muhammad Amin Daud yang merupakan cucu almarhum Abu Cot Kuta. Pada waktu itu Tgk M Amin Daud sudah menjadi guru senior didayah MUDI Samalanga (Tgk M Amin mengaji di Samalanga sudah sejak tahun 1973). Maka atas kesepakatan pemuka masyarakat Kemesjidan Cot Trueng dan para alumni diresmikanlah kembali Dayah Raudhatul Ma’arif pada tanggal 21 Juni 1993 M bertepatan dengan 1 Muharram 1414 H dibawah pimpinan Teungku H Muhammad Amin Daud. Semasa kepemimpinan Tgk H. M Amin Daud yang biasa dipanggil dengan Ayah Cot Trueng. Dibawah kepemimpinan beliau ruh Abu Cot Kuta terasa hidup kembali di Cot Trueng, sehingga Dayah Raudhatul Ma’arif Al-‘Aziziyyah menjadi dayah yang maju dan terkenal. Hal ini dapat dibuktikan dengan hadirnya santri dari berbagai kabupaten di propinsi Aceh juga dari luar Aceh, bahkan santri dari luar negeri.