raudhatulmaarif.com || Istilah tabarrukan atau mengambil berkah sudah sangat melekat di benak para santri. Bahkan sudah menjadi kebiasaan di kalangan para santri untuk mengambil berkah kepada para guru yang memang diyakini sebagai salah satu cara agar mudah menghasilkan ilmu.
Tabarrukan sendiri tidaklah dilarang dalam agama. Bahkan para sahabat dan ulama terdahulu kerap melakukannya. Hal tersebut jelas dalam beberapa riwayat yang menceritakan tentang bagaimana para sahabat bertabarruk terhadap Rasulullah Saw. Sebagian dari mereka mengambil rambutnya Rasulullah untuk disimpan di dalam sorban, seperti hal yang dilakukan oleh Khalid bin Walid, sang panglima perang Islam. Juga seperti kisahnya Imam Syafi’i yang meminum air perahan bajunya Imam Ahmad bin Hanbal yang dijadikan sebagai bentuk tabarruk kepada beliau.
Nah, dalam kalangan santri tabarrukan kepada guru sudah menjadi momentum yang sangat diminati. Sehingga terkadang menjadi ajang rebutan untuk memperoleh berkahnya sang guru. Tak heran sih, budaya tabarrukan ala santri menjadi buah bibir “tetangga sebelah” yang dengan seenaknya membid’ahkan. Karena memang terkadang budaya tabarrukan tersebut tidak terlalu bisa untuk dicerna oleh akal yang radikal.
Di antara budaya tabarrukan yang dilakukan santri adalah sebagai berikut:
1. Mencium tangan guru
Mencium tangan guru atau dalam bahasa Aceh diistilahkan “gure” adalah selain sebagai bentuk tabarruk juga memang menjadi kewajiban bagi penuntut ilmu. Para santri sangat antusias dalam menyambut kesempatan ini. Bahkan, para santri rela mengantre panjang hingga terkadang berdesakan hanya untuk dapat mengecup tangan sang guru.
2. Membalikkan sandal guru
Kegiatan yang satu ini juga tidak kalah populer di kalangan santri. Dengan dalih mengambil berkah, para santri akan dengan ikhlasnya membalik sandal guru mereka. Bahkan sebagiannya dengan penuh penghormatan akan memakaikannya di kaki sang guru.
Bagi yang tidak pernah menyantri tentu tidak akan pernah merasakan keseruan memperebutkan sisa makanan atau minuman guru. Pemandangan tersebut kerap terlihat di saat guru yang sudah selesai makan atau minum pasti sisanya akan menjadi rebutan bagi para santri yang hanya ingin memperoleh berkahnya sang guru.
Begitulah beberapa kebiasaan tabarruk yang dilakukan oleh santri yang memang sudah menjadi budaya tersendiri. Tentunya, perilaku tersebut hanyalah untuk memperoleh keberkahan dari guru yang juga bagian dari menghormatinya. Karena sebagaimana yang telah kita sepakati, ilmu tidak akan dicapai dengan tanpa menghormati dan keberkahan dari guru. (ABL)