Di Indonesia, pesantren telah berperan sangat signifikan, bagaimana tidak, pada saat Indonesia masih dalam genggaman Belanda, pesantren telah banyak berbuat untuk mencerdaskan bangsa, para santri telah dididik oleh para ulama dengan berbagai ilmu keislaman, di samping itu juga santri dibekali bagaimana cara berpola hidup sederhana, mandiri dan berinteraksi dengan orang lain, di kamar-kamar sederhana santrilah lahir para ulama-ulama yang menjadi sang motivator di daerahnya yang mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat sepanjang hidupnya.
Kiprah para ulama sangatlah signifikan, dari persoalan ibadah, hukum, politik dan sosial. Ulama punya peran besar dalam membawa santri dan masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik, taat, serta berakhlak mulia.
Bisa dibuktikan, kepedulian santri untuk membebaskan bangsa dari penjajahan belanda, para kiyai dari jawa timur menggelorakan jihad perang melawan belanda, maka keluarlah fatwa pendiri (NU) KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945, fatwa tersebut begitu heroik membangkitkan semangat juang baru Indonesia, hingga pecah perang 10 November 1945 yang kemudian di peringati sebagai Hari Pahlawan setiap tahunnya.
Lantas pula, NU pernah mengeluarkan fatwa bahwa memakai jas dan dasi adalah haram bagi muslim, begitu bencinya mereka kepada para penjajah, serta berpijak pada referensi “barangsiapa yang meniru budaya satu kaum, maka dia termasuk dalam kaum tersebut”.
Pada saat Indonesia mardeka, kembali pesantren mempunyai peran penting dalam perkembangan bangsa, yaitu keikutsertaan para ulama dalam parlemen pemerintahan baik itu menteri maupun kabinet negara, seperti : KH. Wahid Hasyim menjadi menteri agama, Saefuddin Zuhri, Moh. Dahlan, dan lainnya, mereka semua adalah alumnus-alumnus pesantren.
Jumlah pesantren pun dari masa kemasa semakin meningkat, pesantren pula telah banyak memodifikasikan dirinya, jika masa yang lalu banyak pesantren yang menerapkan sistem pembelajaran Salaf yang bersifat klasikal yang di mulai dari Tajhizi, Tsanawiyah,hingga ‘Aliyah.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, pesantren pun ikut berkiprah bersama pemerintah dalam mencerdaskan bangsa yang dulunya bersifat klasikal hingga penerapan kurikulum modern, yaitu menggabungkan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum dengan system modern pula serta penerapan bahasa asing yang di utamakan arab dan inggris. Survey membuktikan bahwa pesantren model ini ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi munculnya intelektual muda yang sangat potensial, sebagai bukti adalah alumnus-alumnus pesantren model ini yang sangat berkiprah dalam perkembangan bangsa, sehingga pesantren ini masuk dalam kategori pesantren yang banyak di minati sehingga tumbuh pesat di berbagai daerah.
Yang unik dari dunia pesantren adalah, pesantren mempunyai cara tersendiri dalam menata sistim pendidikannya, kurikulum dan aturan internal lainnya, seperti : pesantren bisa menyelenggarakan pendidikan tingginya sendiri, dalam arti kata pesantren bisa menyaingi dunia pendidikan luar yang bersifat akademik setingkat sarjana, serta banyak pula universitas- universitas yang meniru penerapan pesantren, seperti mengadakan sistim asrama bagi mahasiswa, seperti : “Madinah Al-Bu’uts Al-Islamiah, Kullatud Da’wah Al-Islamiah Libya” dan sebagainya.
Pada saat ini, dunia berkembang sangat pesat, kemajuan ilmu teknologi dan pengetahuan menyebabkan percepatan dalam segala bidang, serta pengaruh liberalisme dan globalisasi yang merusak nilai-nilai agama dan pancasila.
Maka pihak yang paling intensif dalam membendung semua ini adalah pesantren, karena pesantren lah yang mampu menciptakan ruang lingkup keagamaan dan persatuan bangsa yang mumpuni.
PENUTUP :
Untuk mencapai harapan dan impian bangsa, santri masa kini harus memperhatikan beberapa hal :
- Santri harus mengikuti perkembangan zaman.
- Santri harus berbicara dan bernalar sesuai dengan masyarakat yang di hadapi.
- Santri harus bisa mengembangkan diri, agar tidak selalu jalan di tempat.