LPI Dayah Raudhatul Ma'arif

     Setiap tahunnya umat islam memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan berbagai cara. Mulai dengan cara berzikir, mengadakan acara makan bersama sampai mendengar dakwah tentang perjuangan Nabi. Itu semua bertujuan agar kekuatan persatuan umat islam semakin kuat juga dengan harapan bisa menerapkan semua konsep hidup Nabi ke dalam hidup kita. Ada berbagai peran hidup dari Nabi yang harus kita teladani, mulai dari cara Nabi menjadi pemimpin, cara Nabi bergaul dengan para sahabat sampai cara Nabi membangun rumah tangga yang harmonis. Di akhir zaman ini kehidupan yang kita jalani masih sangat jauh dari kehidupan bermoral yang sudah diterapkan Nabi tersebut.

     Salah satu krisis moral yang sedang viral saat ini yaitu kasus KDRT yang dihebohkan oleh 2 selebriti tanah air. Lagi-lagi penyebab yang paling rentan dalam permasalahan ini adalah perselingkuhan. Terjadinya perselingkuhan antara lain dikarenakan iman seseorang yang lemah sehingga dengan mudahnya di kecoh oleh bisikan setan. Juga disebabkan oleh kurangnya komunikasi, perubahan sikap yang terjadi antara suami istri sehingga menurunnya rasa kasih sayang. Dan selingkuh adalah jalan untuk mereka mendapatkan kembali rasa sayang, perhatian, kepuasan yang jelas itu cara salah besar.

     Sebagai manusia pada umunya kita pasti merencanakan tentang sosok pasangan yang akan menjadi pendamping hidup. Memiliki pasangan yang baik adalah harapan semua orang karena akan lebih mudah dalam membentuk rumah tangga yang harmonis. Namun pasangan yang baik saja belum tentu menjamin terbentuknya keluarga harmonis. Karena akan banyak sekali masalah keluarga yang akan muncul nantinya yang akan mengakibat retaknya hubungan sampai terjadi kasus KDRT. Untuk menghindar hal tersebut kita perlu menerapkan konsep kehidupan Nabi dalam pembentukan keluarga yang harmonis.

        Nabi Muhammad SAW pernah menyinggung dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah dan Abu Hurairah tentang hal yang dipilih laki-laki memilih pasangan hidup yaitu “Seorang perempuan dinikahi karena 4 perkara : Hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah perempuan yang beragama, niscaya engkau akan beruntung.” Berdasarkan hadist ini, hal yang paling utama yang harus ada dalam diri seseorang adalah agama, jika agama sudah melekat dalam diri maka akhlak mulia pun akan terwujud. Setelah menemukan pasangan hidup yang baik agamanya maka sebagai laki-laki yang akan menjadi kepala keluarga perlu meneledani sikap-sikap Rasulullah terhadap istrinya diantaranya :

     Rasulullah SAW bersifat adil

     Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah memberi hadiah berupa cincin kepada istrinya. Beliau berpesan kepada mereka supaya mereka tutup mulut tentang hadiah itu. Dan pada suatu hari ketika beliau ditanya perihal siapa istri yang paling beliau cintai, maka Rasulullah menjawab seraya tersenyum, “ Istri yang paling aku cintai adalah mereka yang pernah aku berikan cincin.” Para istri yang mendengar pengakuan Rasulullah itu lantas tersenyum, mereka saling berasumsi bahwa dirinyalah yang paling dicintai Rasulullah.

     Kisah di atas mencerminkan sikap adil dan kebaikan hati Rasulullah yang sungguh menakjubkan. Kasih sayang Rasulullah yang luar biasa dalam menjaga perasaan-perasan istrinya patut dijadikan contoh yang harus kita teladani. Nilai-nilai keadilan yang dilakukan Nabi menjadi landasan untuk terbentuknya keluarga yang harmonis. 

     Perhatian Rasulullah kepada istrinya

      Pernah suatu hari dalam rangka perayaan hari lebaran. Orang-orang Habasyah melakukan antraksi senjata. Aisyah ingin menonton pertunjukan tersebut dan Rasulullah menuruti keinginan Aisyah. Dari Aisyah ia berkata “ orang-orang Habasyah bermain dengan senjata mereka, lantas Rasulullah menutupi aku (dari penglihatan orang lain) dan aku sedang menyaksikannya hingga aku bosan. Maka perhatikanlah usia anak perempuan yang masih kecil untuk melihat permainan.”

       Dalam kisah yang lain, pernah kala itu Abu Bakar lewat di depan rumah Aisyah, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari dalam rumah. Dengan marah Abu Bakar segera masuk ke dalam dan hendak memukul Aisyah di hadapan Nabi, katanya “ Engkau tidak pantas meninggikan suaramu di hadapan Rasulullah.” Akhirnya Rasulullah mengurung Aisyah di belakangnya dan Abu Bakar pun keluar masih dalam keadaan marah. Setelah Abu Bakar berlalu, Rasulullah bertanya kepada Aisyah, “ Bagaimana pendapatmu ketika aku menyelamatkan dirimu dari ayahmu?”

     Rasulullah SAW selalu melakukan apa saja untuk membahagiakan istrinya. Beliau adalah sosok suami yang baik, suami yang penuh perhatian terhadap istrinya, beliau tidak pernah kasar kepada keluarganya. Selalu Rasulullah tunjukkan sikap lemah lembut dan penuh kasih sayang kepada istri-istrinya, bila mereka marah beliau akan berusaha membujuk rayu menenagkannya. Semua itu tidak dilakukan Rasulullah kecuali karena ingin mengajarkan kepada umatnya tentang bagaimana cara membangun hubungan yang baik antar suami istri. 

     Rasulullah bisa mengontrol emosi

     Suatu waktu Rasulullah SAW sedang dalam perjalanan , tiba-tiba unta yang ditunggangi Shafiyyah jatuh sakit. Sementara itu Zainab memiliki dua ekor unta. Maka Rasulullah berkata kepada Zainab ”Unta Shafiyyah jatuh sakit, berikanlah satu untamu kepadanya.” Zainab menjawab “untaku telah kuberikan kepada seorang perempuan Yahudi.” Rasulullah sangat marah mendengarnya dan meninggalkannnya selama 2 bulan. Bahkan sampai ranjangnya pun diangkat, sehingga Zainab mengira bahwa Rasulullah tidak meridainya. Akan tetapi kejadian itu tidak berlangsung lama. Aisyah pernah berkata “ Suatu waktu disiang hari, Rasulullah mendatangi Zainab dan mengembalikan ranjangnya.

      Dalam kisah di atas bukan membahas tentang sifat kemarahan Nabi, tetapi cara beliau menyikapi suatu kondisi saat diselimuti amarah patut kita teladani. Melampiaskan amarah kepada istri bukanlah hal yang benar. Apa ini artinya kita tidak boleh marah? Tentu bukan. Marah itu sifat alamiah manusia, sifat dharuri yang tidak dapat diundang dan tidak dapat ditolak juga. Tanpa marah pun kita bukanlan manusia melainkan lebih seperti keledai, seperti dijelaskan Rasulullah SAW. Maka bukanlah tidak marah yang diupayakan melainkan tidak membiarkan marah menguasai diri yang diusahakan. Oleh karena itu, ketika marah kepada istri, mendiamkannya lebih baik dari pada berbuat kekerasan berujung penyesalan.

     Rasulullah SAW besabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik untuk keluargamu, dan aku adalah yang terbaik untuk keluargaku. Bukti praktis yang paling tepat dari hadist itu adalah bahwa kehidupan rumah tangga Rasulullah yang layak dikatakan sebagai rumah tangga bahagia. Seperti contoh Aisyah yang berumah tangga dengan Nabi selama 9 tahun. Kita tidak tahu istri bangsawan manakah yang mendapat kebahagiaan melebihi bahagianya Aisyah. Selama 9 tahun itu, kehidupan Aisyah tidak pernah mengalami kekeruhan atau gangguan. Tak ada yang pernah mengeruhkan kejernihan hubungannya dengan Rasulullah sepanjang hidupnya.

     Kehidupan keluarga Nabi penuh dengan makna cinta, kasih sayang, kelembutan dan amanah. Apalagi kita bayangkan saja kondisi keluarga Nabi yang senantiasa dililit oleh kemiskinan dan kesulitan hidup. Namun Nabi tetap bersabar dalam menghadapi semuanya. Sikap sabar itupun tertanam dalam diri istri-istri beliau, walau jauh dari kemewahan Nabi beserta istri-istrinya tetap bisa membangun keluarga bahagia. Ini juga membuktikan bahwa kekayaan dan kemewahan tidak selamanya menjadi patokan untuk memperoleh kebahagian.

      Siapa yang tidak mendambakan pasangan baik dan setia? Siapa pula yang tidak jengah hidup dengan pasangan yang mudah marah? Semua kita menginginkan yang terbaik. Namun kita jangan lupa untuk mendapatkan yang terbaik harus dimulai dari diri kita sendiri, karena yang baik akan menemukan jalannya sendiri untuk  menuju yang baik begitu juga sebaliknya. Tetapi faktanya menemukan yang baik bukanlah akhir dari cara mencari kebahagian, kita akan mendapatkan berbagai ujian saat sudah berumah tangga nanti. Menjaga hubungan tetap langgeng sungguh bukanlah perkara yang mudah, terlebih kita hanyalah manusia biasa. Maka kita butuh pedoman hidup yang bisa membimbing kita menuju kebahagian. Dan kehidupan rumah tangga Rasulullah adalah menjadi pedoman bagi kita untuk memperoleh kebahagian itu. Rumah tangga Rasulullah merupakan rumah tangga yang diliputi berkah dan bertabur cinta, dan beliau adalah panutan umat sejagat ini juga sosok suami yang pandai mengistimewakan istrinya.

          Sebuah pelajaran yang luar biasa dari baginda Rasulullah SAW untuk kita semua. Semoga kita bisa menerapkan semua konsep hidup bahagia yang sudah Rasullulah ajarkan. Apabila kita sanggup meneledaninya Insya Allah rumah tangga yang kita bina akan lebih indah sehingga mampu mewujudkan rumahku surgaku.

 

 

Oleh Tgk Zakiah, 3D (Santriwati Rama)

Tulisan ini merupakan Juara 1 pemenang lomba menulis yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Alumni Dayah Aceh (ISAD)

Artikel Lainnya!!!

Abu Cot Kuta Pendiri Dayah Raudhatul Ma’arif