LPI Dayah Raudhatul Ma'arif


raudhatimaarif.com || Jauh sebelum kita menemukan kebenaran sesungguhnya hampir saban hari kita  mengamini alasan mengapa beberapa santri menjadi malas dalam berusaha menjelajahi belantara ilmu. Alasan itu ialah mengira–untuk tidak berkata menghukum–diri sendiri lemah dalam bernalar, bahkan hanya untuk sekedar masuk dalam mukadimah mendayagunakan pikiran. Singkatnya, suara macam “alah teungku, IQ long sep leumeh”, “rayek untong ka na di dayah walau han ek meuulang” dan suara-suara nyaring serupa yang memalukan.

Alasandemikian pada gilirannya akan membuat kitapesimis dalam belajar hingga membuka celah yang lebar bagi kegagalan dalam menyamudera dalam lautan ilmu. Padahal, optimisme dalam usaha belajar begitu diperlukan guna mendobrak semangat juang. Lebih dari itu, optimisme yang diatur sedemikian rupa bakal membuka jalan bagi kesuksesan menurut ukurannya sendiri.

Jika menengok lebih ke belakang, kita akan menemukan kisah ajaib pada zaman imam Syafi’i.  Nama beliau Rabi’ bin Sulaiman, salah satu murid dan sahabat imam Syafi’i juga. Disebutkan dalam kitab Thabaqat as-Syafiiyyah al-Kubrabahwa beliau saat itu orang yang begitu lamban dalam memahami. Bahkan, imam Syafi’i harus mengulangi satu masalah sampai 40 kali, sedangkan Imam Rabi’ masih juga belum paham. Kemudian imam Syafi’i memanggilnya ke rumah dan mengulangi lagi masalah yang sama, hingga Imam Rabi’ paham.  

Jika demikian lambat pemahaman seorang sahabat Imam Syafi’i yang bahkan sekaliber Imam Syafi’i yang menjadi gurunya ia masih tidak paham hingga kemudian dipanggil oleh Imam Syafi’i secara face to faceuntuk diberi pemahaman lagi, lalu adakah dari kita yang sampai begitu lamban, dan bahkan dirangkul oleh guru-guru yang kompeten, hingga tidak malu mengakui diri tidak mampu apa-apa dan menyerah saat masih bisa dan mampu tetap berjalan?. Silakan jawab dan simpan jawaban itu untuk diri kita sendiri.

Dalam pada itu, Imam Mawardi dalam Adab ad-Dunya Wa ad-Dinjuga telah mewasiatkan kepada kita bahwa sesungguhnya salah satu aral rintangan dalam usaha menuntut ilmu ialah menduga ilmu sangat sulit didapatkan, begitu jauh lintasannya, takut akan lemah daya nalar dan bahkan takut dirinya terlalu bodoh untuk melanjutkan belajar. Asumsi demikian, lanjut beliau, adalah pengakuan orang yang lemah. Bukankah meyakini kabar sebelum percobaan merupakan kebodohan dan takut sebelum mencoba adalah lemah?

Demikianlah, patut bagi kita untuk tidak gentar pada bayangan gelap kita sendiri. Lebih dari itu, kita tidak seharusnya takut tak beralasan terhadap sesuatu yang bahkan belum kita geluti sama sekali.

Pada akhirnya, coba saja dulu menyantap dan mengunyah dua tiga suapan. Urusan kenyang atau tidak, itu bisa belakangan.

Tabik, (ZAn)

Artikel Lainnya!!!

Abu Cot Kuta Pendiri Dayah Raudhatul Ma’arif