LPI Dayah Raudhatul Ma'arif

Rapat Pimpinan Mudir Nasional (RAPIMNAS) Ma’had Aly kali ini diadakan di dua tempat, yakni PP Miftahul Huda Manonjaya dan PP Idrisiyah Tasik Malaya dengan mengambil tema “Keberlanjutan dan Peran Strategis Lulusan Ma’had Aly antara Regulasi dan Realisasi”.
Ma’had Aly menjadi harapan dan keinginan pondok pesantren untuk melaksanakan pendidikan tingkat tinggi tersebut. Setidaknya dengan beberapa alasan; 
  1. Ma’had aly tidak mengobah pola kurikulum pesantren;
  2. Ma’had aly menawarkan mahasantri untuk menguasai secara luas dan mendalam (tabahur fil ilmi) tentang kajian kitab kuning;  
  3. Lulusan Ma’had Aly disetarakan dan diakui oleh sistem pendidikan tinggi dengan lulusan Strata 1,2, dan 3;
  4. Lulusan Ma’had Aly berperan sebagai ulama tafaqquh fiddin yang akan menyebarkan islam moderat di seluruh dunia.
Oleh karena demikian, Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (AMALI) ingin pemerintah membuat regulasi untuk memperketat persyaratan pendirian Ma’had Aly. Regulasi mengenai itu direkomendasikan diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) yang menjadi turunan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

KH. Dr. Abdul Djalal, M. Ag  dari PP Situbondo selaku ketua umum AMALI, menyebutkan bahwa dari hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Ma’had Aly, disepakati beberapa kesepakatan.  Antara lain perubahan persyaratan pendirian Ma’had Aly.
“Pesantren yang mau mendirikan Ma’had Aly harus memenuhi persyaratan itu”, ujar beliau di Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Huda, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (10/1).

Beliau menyebutkan, pesantren harus memiliki jumlah santri minimal 750 orang untuk Jawa dan 500 orang untuk luar Jawa. Selain itu, pesantren juga sudah memiliki santri sebanyak itu selama 15 tahun terakhir. Hal ini untuk memperkuat kualitas dan kuantitas Ma’had Aly itu sendiri. Sehingga dapat bersanding dengan lembaga pendidikan tinggi keagamaan di dunia.

Beliau mengatakan, saat ini terdapat lebih dari 27 ribu pesantren di Indonesia. Sementara baru ada 55 Ma’had Aly yang berdiri. Artinya, masih terbuka lebar kesempatan untuk mendirikan Ma’had Aly.

Selain itu, pesantren harus ada kejelasan dan keseriusan mulai dari pengurus hingga yayasannya. Pasalnya, Ma’had Aly itu adalah lembaga pendidikan yang tidak lepas dari pesantren. Tujuannya, agar lembaga itu dapat terus berjalan tanpa ada konflik dengan pengurus atau yayasannya.

Beliau menambahkan, AMALI juga akan menberikan rekomendasi kepada Kementerian Agama (Kemenag) dalam menyusun regulasi turunan UU Pesantren yang lain, terutama hal yang terkait dengan Ma’had Aly.
AMALI juga mengingatkan seluruh anggota untuk terus melakukan perbaikan dan pengembangan secara kelembagaan serta keilmuan. Yang lebih penting, anggotanya juga mesti terus mengawal jalannya UU Pesantren.

Menurut Beliau, selama ini, Ma’had Aly sebagai pesantren tidak ada masalah sama sekali. Namun, ketika lulusan Ma’had Aly yang berkualitas itu lalu dibutuhkan masyarakat untuk menempati posisi khusus, mereka membutuhkan ijazah formal.

“Tapi pemerintah selama ini belum bisa mengeluarkan karena tidak ada payung hukum. Akhirnya 2015 ada pengakuan kepada Ma’had Aly dan sekarang dikuatkan UU Pesantren,” imbuh beliau.

Sementara itu, saat ini regulasi sudah ada. Hanya saja tinggal penerapan setelah ada regulasi turunan tak mengerdilkan Ma’had Aly. Artinya, regulasi jangan hanya sebagai formalitas tapi kualitas tak diperhatikan.
Beliau ingin pemerintah tak mencampuri masalah kurikulum untuk pesantren. Menurut beliau, ketika kurikulum telah diintervensi pemerintah, pesantren tak bisa lagi mempertahankan kekhasannya.


Sementara itu, Mudir Ma’had Aly Raudhatul Maarif, Aceh, Tgk. Dr. Safriadi, MN, MA selaku salah satu peserta Rakernas mengharapkan semua Ma’had Aly yang sudah di SK-kan untuk mengembangkan Ma’had Aly tidak hanya dari sisi kuantitas, namun kualitas menjadi prioritas utama. Sehingga Ma’had Aly menjadi lembaga pendidikan tinggi keagamaan yang disegani di tingkat dalam maupun luar negeri.

Lanjutnya, Bustanul Muhaqqiqin yang dibentuk oleh Abuya Mudawali pada masa kejayaan pesantren Darussalam Labuhan Haji, Aceh, dimana ijazahnya diakui setingkat strata 1 oleh Al-Azhar Kairo Mesir, sehingga alumni Bustanul Muhaqqiqin dapat melanjutkan pendidikan strata 2 di Azhar Kairo. Oleh karena demikian, kehadiran Ma’had Aly sekarang dapat mengulangi sejarah kegemilangan Bustanul Muhaqqiqinnya Abuya Mudawali Al-khalidi.

Artikel Lainnya!!!

Abu Cot Kuta Pendiri Dayah Raudhatul Ma’arif