LPI Dayah Raudhatul Ma'arif

          Kaum santri telah menunjukkan sikap politik negara yang luar biasa. Dalam beberapa isu di media massa, kaum santri lebih mengangkat isu kedaulatan negara, pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Pilar negara tersebut menjadi komitmen mereka untuk senantiasa dijaga dan dipertahankan. Karena peranan santri sangat besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga Presiden Republik Indonesia resmi mengeluarkan keputusan tentang memperingati Hari Santri Nasional setiap tanggal 22 Oktober.

            Selain itu, politik kaum santri juga telah melahirkan perlawanan secara kultural terhadap dominasi asing, politik tersebut dikembangkan dalam praktik instrumen promosi kemanusiaan melawan hegemoni globalisasi liberalisme. Pengukuhan ini dibutuhkan, karena tanpanya bangsa ini rentan menghadapi berbagai isu global yang tak seluruhnya sesuai dengan tradisi kebangsaan.
            Politik kaum santri mengajarkan kekuatan tradisi dan kemandirian bangsa untuk dikembangkan sebagai sesuatu kesadaran kolektif. Bukan hanya kesadaran elit nasional, namun juga sebagai ruh kehidupan keseharian warga dalam memecahkan berbagai persoalan sosial, politik, ekonomi dan keagamaan. Spiritualitas kaum santri mewujud dalam semangat membangun nasionalisme yang bukan sekedar slogan. Dia menjadi wawasan yang tetap segar karena berangkat dari daya spiritual dan kesadaran hidup di setiap warga negara. Khususnya kaum santri itu sendiri.
            Perjuangan kaum santri tidak hanya berkisar dalam lingkup politik dan ekonomi, sejarah mencatat bagaimana pondok pesantren berperan besar dalam melahirkan prestasi, tidak perlu malu jika kemudian perguruan tinggi (berguru) pada pondok pesantren. Pendidikan di pesantren tidak hanya mengenal ta’lim(pengajaran) tetapi juga dilanjutkan dengan pembelajaran yang diikuti dalam kehidupan sehari-hari.
            Dari santri untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini adalah sebuah kalimat yang selalu menghiasi background foto profil para santri atau yang mengaku-ngaku sebagai santri yang kemudian diposting di facebook, instagram maupun sejenis media sosial lainnya.
            Mayoritas pahlawan kemerdekaan Indonesia adalah para ulama yang memiliki ribuan santri di seluruh pelosok nusantara, bahkan elit politik dan pejabat negara saat ini kebanyakannya adalah santri di masa muda mereka. Ini menjadi bukti peranan santri yang begitu besar dalam kehidupan dan bernegara di Republik Indonesia.
            Yang menarik meski berjasa besar dalam merebut kemerdekaan, tidak membuat kaum santri lupa bahwa Indonesia adalah rumah bagi seluruh umat beragama. Oleh sebab itu, para ulama menegaskan format ideal Indonesia sebagai negara adalah Darussalam (negara damai).
            Kaum santri tidak mempermasalahkan identitas agama dan nasionalisme, Hubbul Wathan(cinta negara) sejalan dengan semangat Hubbud Diin (cinta agama) sehingga bagi mereka tidak ada persoalan antara agama dan berbangsa. Keseimbangan antara agama dan bangsa ini menjadi sangat penting.
            Kehidupan keagamaan santri itu akan memperkuat budaya dan jati diri kaum santri. Selain itu juga tetap mengambil kemajuan dan perkembangan teknologi mutakhir, contoh konkritnya adalah kaum santri tetap berpegang pada kitab kuning bagi mengaktualisasikan dalam kehiduapan sehari-hari sesuai dengan tuntunan zaman. Namun, kita dengan mudah mendapatkan aplikasi kitab-kitab kuning yang banyak ditemukan di dunia maya ataupun ponsel pintar.
            Lebih dari itu, persoalan hukum yang terjadi di negara ini harus dipikirkan secara serius oleh seluruh komponen bangsa, tak terkecuali para santri. Hukum merupakan salah satu bentuk budaya untuk kendali dan regulasi perilaku manusia, baik individual atau kolektif dalam masyarakat primitif. Permasalahan hukum di Indonesia adalah salah satu masalah yang harus juga menjadi kajian khusus bagi para santri untuk menjadi bahan diskusi dan bahan kajian di kalangan pondok pesantren. Hukum merupakan alat kantor sosial pada masyarakat modern.
            Pendidikan di pesantren begitu kuat sehingga melahirkan Sami’na wa Atha’naterhadap kebangsaan dan kenegaraan. Tidak heran, jika kemudian santri begitu gagah berani mempertegakkan hukum agama di kalangan berpolitik.
            Pada dasarnya kaum santri harus berbangga dengan kesantriannya. Tidak boleh merasa minder. Namun kebangsaan ini harus disertai sikap yang istiqamah. Tidak terombang ambing oleh badai kehidupan. Bisa mengendalikan diri sendiri. layaknya seperti seorang peselancar yang bisa mengikuti gerak gelombang lautan, betapa pun dahsyatnya dia akan selamat.
Wallahu A’lam bis-Shawab

Artikel Lainnya!!!

Abu Cot Kuta Pendiri Dayah Raudhatul Ma’arif