Tak lebih tak kurang, begitulah firman Allah dalam al-Quran surah al-Anfal, ayat 33:
(وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ)
“Sungguh, Allah tidak akan mengazab mereka sedangkan engkau (Wahai Muhammad) berada di antara mereka. Dan Allah tidak mengazab mereka sementara mereka senantiasa beristighfar”
Nabi Muhammad, seperti yang telah dimaklumi dan disepakati, beliau adalah Rahmatan Lil ‘Alamin (Rahmat bagi segenap alam). Begitu juga dengan lirik-lirik sejarah yang telah kita dengar dan baca, di sana tergambar jelas bagaimana kehalusan watak beliau. Bahkan dapat menjatuhkan hati malaikat, dan juga kaum musyrik sekalipun.
Berangkat dari ayat di atas serta beberapa penafsiran ulama, kita dapat mengetahui bahwa ayat tersebut diturunkan setelah Abu Jahal dengan keangkuhannya menantang untuk diturunkan azab bila memang risalah yang dibawa Rasulullah itu benar. Maka ayat itu menjadi jawaban yang elok mengapa Allah tidak menurunkan azab untuk tantangan Abu Jahal tersebut.
Seperti tersebut dalam ayat, ada dua jawaban mengapa Allah menunda menurunkan azab; Pertama, karena keberadaan (Ruh dan Jasad) Rasulullah di tengah-tengah mereka; Kedua, karena masih ada yang beristighfar kepada Allah.
Dari kedua alasan itu, alasan pertama lah yang cukup sesuai untuk dikaji dan dinikmati kembali. Hitung-hitung sekejap lagi kita akan menyambut maulid.
Sehubungan dengan jawaban “keberadaan” Rasullullah di antara mereka, ada baiknya kita simak hadis yang diriwayatkan Abu Dawud yang bernada;
مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ
“Tidak seorangpun yang memberikan salam kepadaku melainkan Allah mengembalikan ruhku kepadaku sehingga aku membalas salamnya”
Jelas termaktub dalam hadis itu bahwa Allah mengembalikan ruh Rasulullah untuk membalas salam orang yang memberi salam kepadanya. Ini berarti bahwa setiap orang yang menyampaikan shalawat dan salam kepadanya, maka Rasullullah akan membalas salam orang tersebut.
Secara indrawi, Rasulullah memang tidak ada, akan tetapi ruhnya masih senantiasa hidup sampai sekarang.
Ketika dihubungkan dengan ayat di atas, kita bisa berkata bahwa setiap orang yang menyampaikan shalawat dan salam kepada Rasulullah, Allah tidak akan mengazabnya. Nah, demikianlah fadhilah bershalawat dan beristighfar, adakah alasan bagi kita untuk berleha-leha melakukan keduanya?
Demikianlah, setidaknya kita bisa lebih sadar akan keuniversalan rahmat Allah melalui Rasulullah. Rahmat yang mampu menembus sekat waktu dan masa. Minimalnya, kesadaran kita untuk kian banyak bershalawat dan beristghfar bisa bertambah. Apalagi dengan adanya momentum maulid yang memiliki tujuan untuk kembali mengingat dan mengenang kisah kasih cinta Rasulullah kepada umatnya.
Wanta Fihim Yaa Muhammad…