LPI Dayah Raudhatul Ma'arif

www.raudhatulmaarif.com

     Puasa adalah salah satu ibadah yang paling agung di antara sekalian ibadah-ibadah badaniah. Karena, selain menjadi salah satu rukun islam yang lima, ganjaran pahala ibadah puasa ditangani langsung oleh Allah SWT. Seperti diberitakan dalam hadis qudsy, “ ibadah puasa untuk-Ku, karenanya hanya Aku yang akan mengganjarnya. Dia (hamba-Ku) menahan syahwat, haus dan laparnya karena-Ku.”

     Agaknya sudah banyak tulisan-tulisan yang mengupas tentang puasa dengan segala sisinya, baik di media cetak maupun, akhir-akhir ini, di media elektronik. Namun demikian, pada kesempatan kali ini beberapa hikmah yang menjadi salah satu sisi kajian tentang puasa akan dikupas, karena – meminjam istilah Imam Wahbah Zuhaili – mengetahui hikmah suatu hukum atau perintah dapat menggerakkan tekad dan mendorong mukallaf dalam menjalankan segala perintah agama.

  • Taqwa
     “Hai orang-orang yang beriman,” seru Allah ‘azza wa jalla dalam QS 2:183, “diwajibkan atas segenap kamu untuk berpuasa sepertimana pernah diwajibkan atas umat sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” Ujung ayat ini mengandung penekanan terhadap ketakwaan yang menjadi “akibat” dari ibadah puasa yang tak lain adalah awal dan inti ayat-ayat selanjutnya. Maka puasa adalah satu di antara sekian  perantara untuk mencapai ketaqwaan, karena jiwa bila sudah mampu menahan diri dari hal-hal yang dibolehkan, seperti makan dan minum – karena mengharap ridha Allah dan  takut akan siksaNya-, amat mungkin menjadi mudah baginya untuk menjauhi perkara haram dan berhias diri dengan ketakwaan kepada Allah Jalla wa ‘Ala.

  • Syukur
     “Dan agar kamu sekalian bersyukur,” pungkas Allah ‘azza wa jalla menutup untaian ayat-ayat puasa QS 2:185. Pungkasan tersebut menandakan bahwa puasa adalah wasilah bagi wujudnya sifat syukur bagi hamba yang melaksanakan ibadah puasa. Hal ini tersebab proses ibadah puasa dengan meninggalkan nikmat makan, minum, dan aneka desiran syahwat lainnya, selain membuat seorang hamba memahami keagungan nikmat dan betapa ia sangat menghajatkan nikmat tersebut, juga menyadarkannya betapa kesengsaraan yang harus ia tanggung saat terhalang dari melampiaskan kehendak nafsu yang pada dasarnya dibolehkan. Proses yang mengandung kepayahan tersebut pada akhirnya mendorong hamba untuk mensyukuri Dzat yang memberi berbagai nikmat tersebut tanpa membutuhkan balasan. Ini semua di samping rasa empati dan simpati terhadap fakir miskin yang menumbuhkan keinginan berbagi di bulan yang suci.

  • Ikhlas

     Hadis yang disebutkan di muka, yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, juga mengisyaratkan hikmah berpuasa selain takwa, yaitu ikhlas. Karena orang yang berpuasa dengan mengharap ridha Allah sepenuhnya menyadari bahwa tak ada seorang pun yang mengetahui puasanya kecuali Allah. Dan bila mau, ia dapat berbuka sesuka hatinya tanpa diketahui orang lain, namun kesadaran akan pengawasan Allah mencegahnya dari melakukan “ta’jil” berbuka sebelum waktunya. Pada akhirnya mawas diri seperti ini, sebagaimana isyarat hadits,  menjadikan jiwa bersifat dengan riasan ikhlas.

  • Menghalagi Bisikan Syaitan

     Manusia adalah sasaran utama dan satu-satunya bagi syaitan. Hampir tidak mungkin menghindari panah syaitan yang senantiasa mereka bisikkan. Namun, di antara perisai penghalang bisikan-bisikan tersebut adalah puasa. Adalah nafsu yang menjadi sasaran, sangat perlu ditatar, diatur dan diajar cara menikmati berbagai nikmat sehingga ia tidak lepas dari kekang yang membuatnya jadi sasaran empuk panahan syaitan.  Dan puasa mampu mengekang nafsu dengan bersabar menahan lapar, dahaga dan syahwat sebagaimana diisyaratkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari, “ …… dan sesiapa yang tak mampu (menikah), maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa adalah penawar hawa nafsunya.” Dengan lemahnya hawa nafsu dan terkurasnya tenaga, seruan dan bisikan syaitan, walau tak terhalau seluruhnya, sangat mungkin untuk dihindari oleh mereka yang menjalankan ibadah puasa.
    Dengan mengetahui beberapa hikmah ibadah puasa, seorang hamba diharapkan lebih tergerak dalam menjalankan ibadah tersebut. Karena, “sesungguhnya bani Adam,” kata Syeikh Muhammad Amin Kurdi dalam Mursyid al-awwaam fi ahkam al-shiyam-nya, “terus melakukan beraneka dosa padahal mereka tak sanggup menanggung ‘didikan’ Allah Ta’ala dengan api neraka. Maka Allah perintahkan mereka dengan berpuasa agar mereka merasakan api kelaparan di dunia dan terbakarlah dosa-dosa mereka sehingga mereka terlepas dari ancaman neraka jahiim.”

Artikel Lainnya!!!

Abu Cot Kuta Pendiri Dayah Raudhatul Ma’arif